Sejarah dan Struktur Wawacan

19/03/18 : Maret 19, 2018
Baca Juga
Sahabat untuk postingan kali ini saya akan membahas mengenai sejarah  dan struktur wawacan. Sengaja saya memposting artikel mengenai budaya agar semakin banyak referensi mengenai seni dan budaya daerah khusunya budaya Sunda.

Karya sastra wawacan pada jaman dahulu memiliki fungsi dan kedudukan penting dalam kehidupan orang Sunda.. Wawacan ialah karangan panjang yang disebabkan hadirnya suasana cerita yang  béda-béda dan mengunakan aturan atau patokan pupuh.

Dalam pergerlarannya dibaca dahulu kemudian dinyanyikan (ditembangkeun ; dibelukeun). Oleh karena itu pergelaran wawacan dibeberapa tempat di Jawa Barat disebut juga pergelaran beluk atau gaok.

Pada pergelarannya wawacan dipergelarkan untuk kepentingan selamatan (ritual) dan hiburan (kalangenan). Sudah menjadi kelaziman ketika bayi menginjak umur 40 hari maka digelarala selamatan (ritual) dengan cara menggelar wawacan. Begitu pun untuk ritual selamatan rumah, tolak bala kampung, suka dipertunjukan wawacan.

Selain untuk kepentingan ritual wawacan juga dapat dipertunjukan sebagai sarana hiburan belaka. Karena pada jaman dahulu saran hiburan sangat langka sekali salah satu yang dianggap sebagai hiburan yaitu dengan cara memanggil orang yang ahli membacakan wawacan kemudian mereka menyimaknya. 
Seni Wawacan :Gambar Google

Beda keadaannya dengan jaman sekarang diman sarana hiburan sudah tersedia dirumah masing-masing, maka hal inilah berdampak langsung terhadap semakin kurangnya apresiasi masyarakat terhadap kesenian tradisional., diantaranya adalah wawacan atau beluk/gaok.

Mengupas Struktur Cerita Wawacan

Wawacan ialah merupakan cerita yang dinyanyikan (digangdingkeun) yang ditulis dalam bentuk puisi pupuh. Perbedaan wawacan dan guguritan ialah kalau wawacan itu merupakan cerita panjang sehingga dibentuk dari beberapa pupuh (lebih dari tiga pupuh), sedangkan guguritan hanya berupa cerita pendek yang dibentuk dari 2 atau 3 pupuh saja.

Menurut para ahli masuknya waawacan ke dalam sastra Sunda diakibatkan pengaruh dari sastra Jawa. Yang diperkirakan masuk pada abad ke- 19. 

Ada juga pnedapat lain bahwa wawacan menyebar di wilayah Pasundan sekitar abad ke- 17, pendapat ini berdasar pada awal dikenalnya pupuh yang merupakan media yang digunakan dalam wawacan.Pada masa itu wilayah Sunda ada dalam kekuasaan kerajaan Mataram (Islam) .

Para Bupati Sunda terutama yang berada di wilayah priangan wajib menyetorkan upeti (pajak) ke Mataram . 

Ketika menyetorkan upeti mereka tidak langsung pulang tetapi biasanya berlama-lama dulu di wilayah Mataram, sehingga ketika kembali ke wilayah priangan mereka membawa berbagai seni dan budaya yang ada di wilayah Mataram diantaranya itu salah satunya itu adalah wawacan dan guguritan.

Selain para petinggi (menak) yang berperan dalam akulturasi budaya yang lainya yaitu para ulama karena banyak para ulama yang pernah mesantren di wilayah Kerajaan Mataram pada masa itu. Yang dibuktikan dengan adanya naskah wawacan yang ditulis dalam bentuk tulisan Arab (pegon).

Berkembangnya  wawacan di wilayah Sunda melewati beberapa tahapan . Tahap pertama lakon-lakon wawacan dari sastra Jawa yang langsung disalin tidak diterjemahkan dahulu  ke dalam bahasa Sunda. Tahap kedua, adanya usaha menterjemahkan ke dalam bahasa Sunda agar isinya dapat dimengerti oleh masyarakat Sunda.

Tahap ke tiga, tidak menterjemahkan akan tetapi menciptakan dari lakon-lakon yang sudah lama ada dalam bentuk wawacan , seperti dari dongeng, hikayat, dan babad. Tahap keempat, setelah adanya teknologi cetak, wawacan yang awalnya berwujud naskah yang kembali diterbitkan dalam bentuk buku.

Ditinjau dari segi isi wawacan dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu :
a. Berasal dari cerita yang sudah ada
Sastra Islam dan Sastra Jawa. contohnya : Wawacan Amir Hamzah, Wawacan Gusti Fatimah      Dibabarkeun, Wawacan Nabi Paras (anonim), Wawacan Rengganis karya R. Haji Abdulsalam,        
Wawacan Angling Darma dan Wawacan Batara Rama karya R.A.A Martanagara.
Dongeng dan Hikayat. Contohnya Wawacan Lenggang Kencana karya Tubagus Jayadilaga dan  
Wawacan Purnama Alam karya R. Suriadiredja.
Cerita Pantun. Contohnya : Wawacan Lutung Kasarung karya Engkawijaya, Wawacan Ciungwanara 
dan Wawacan Mundinglaya Di Kusumah karya M.A Salmun. Babad. Contohnya : Wawacan Babad Cirebon (anonim), Wawacan Sumedang karya R.A.A  Martanagara

b. Berasal dari gambaran kehidupan Masyarakat
Contohnya : Wawacan Rusiah Nu Kasep karya Hodijah Mahtum, Wawacan Nu Geulis karya Candapraja

Karya sastra bentuk wawacan pada umumnya memiliki unsur struktur yang tetap, nyaitu manggalasastra (alofon), isi, dan penutup atau kolofon.

Manggalasastra berisi mohon ijin pada Tuhan Yang Maha Esa serta kepada para leluhur. Permohonana maaf atas segala kelemahan penulis atau penyusun lakon wawacan.

Panutup (kolofon) dapat terlihat diakhir cerita yang berisi titimangsa ditulis atau disusunya wawacan itu. Umumnya penulis lakon wawacan suka merendahkan hati .

Berikut adalah contoh Manggalasastra (Pembuka) , dan Kolofon (Penutup)

Manggalasastra:
Kasmaran kaula muji,
ka Gusti Ajawajala,
nu murah ka mahluk kabéh,
jeung muji utusanana,
Kangjeng Nabi Muhammad,
nyaéta Nabi panutup,
miwah muji sahabatna
(Wawacan Rengganis)

Kolofon:

Tamatna kaula ngarang
Pukul tujuh malem Kemis
di tanggal tujuh welasna,
kaleresan bulan April,
taun Kangjeng Maséhi,
saréwu dalapan ratus,
jeung genep puluh dua,
marengan hijrahna Nabi,
saréwu dua ratus tujuh puluh dalapan

(Wawacan Panji Wulung)

9 Ciri- Ciri Wawacan : 

Berikut ini adalah ciri wawacan sebagai pembeda dengan karya-karya sastra lainnya :
1.      Merupakan sebuah bentuk cerita naratif
2.      Jalan ceritanya sangat panjang ( ada yang baru tamat setelah tiga malam dilakonkan)
3.      termasuk kedalam bentuk karangan yang berpatokan
4.      Ditulis menggunakan pupuh (17 pupuh)
5.      Disampaikan dalam bentuk lantunan lagu (beluk)
6.      Tokoh dalam karangan umumnya orang-orang sakti
7.      Tertera nama pengarang dan waktu (masa) karya wawacan tersebut ditulis
8.      Jalan ceritanya mengandung unsure-unsur yang tidak mungkin terjadi
9.      Dipertunjukan untuk hajatan atau acara-acara ritual, saperti hajat selametan 40 hari bayi lahir ,             khitanan, gusaran, ritual selametan kampung, ritual selamatan setelah memanen padi.

Demikian artikel singkat tentang, sejarah dan struktur wawacan ini . Semoga setelah membaca artikel ini semangat untuk mencintai dan melestarikan seni budaya daerah semakin mengelora sebagai wujud rasa bangga terhadap bangsa Indonesia.

Semoga bermanfaat.

Share Articles

Saat ini 0 comments :