Baca Juga
Untuk postingan kali ini saya akan membahas tentang tradisi tata cara
khusus pengolahan sawah menurut budaya Sunda.
Ternyata orang-orang terdahulu
terutama yang hidup di wilayah pasundan mempunyai tradisi khusus dalam mengolah
lahan pertaniannya terutama dalam mengoalah lahan sawah. Mereka begitu
mengistimewakan padi dalam kehidupannya.
Sehingga banyak ritual khusus yang dilakukan dalam hal cara menanam padi di sawah sampai panen.
Bagi anda
yang ingin mengetahui lebih dalam silakan bacanya dilanjutkan ya, Sobat !
Tahapan Pengolahan Sawah Dalam Traidisi Budaya Sunda :
Dari semua
pekerjaan petani di Pasundan, yang lebih penting yaitu menanam padi. Sejak
ditanam sampai menjadi nasi, terdapat berbagai pantrangan yang harus dipatuhi.
Yang menjadi sebab, yaitu karena adanya anggapan bahwa dunia ini adalah tempat
menanam padi dan padi itu ada yang mendiaminya (ngageugeuh).
Kalau ini tidak
dihormati, tentunya akan membuat kesulitan dalam menggarap tanah dan padi
tersebut. Orang yang ahli dalam tatacara menanam padi disebut wali puun.
Cara-cara
ketika akan memulai menanam padi seandainya orang tersebut merasa kurang ahli
maka akan menemui seorang wali puun
terlebih dahulu sambil membawa kemenyan.
Oleh wali puun kemenyan itu akan
dijampi-jampi, dengan maksud untuk menolak setan- siluman yang mendiami sawah
tersebut, atau minta ijin pada yang mendiaminya.
Malamnya langsung mengadakan
selamatan membuat tumpeng, bubur putih, bubur merah, dengan maksud memohon
keselamatan bahwa besok pagi akan memulai mengolah sawah untuk musim itu.
Pagi harinya
orang yang akan menggarap tersebut berangkat ke sawah sambil membawa kemenyan
dari wali puun.
Kemudian kemenyan tersebut dibakar dekat selokan/ parit sawah.
Setelah membakar kemenyan tersebut kemudian telapak tangan dilumuri dengan minyak
kelapa (minyak keletik), terus memegang cangkul.
Sambil memegang cangkul
tersebut sambil membacakan jampi (jangjawokan) minta ijin kepada yang mendiami
sawah tersebut. Setelah itu baru proses mengolah sawah (mencangkul sawah)
dapat dimulai.
Menggarap atau
mengolah lahan sawah dengan menggunakan cangkul disebut ngawalajar. yaitu mencakul
sawah pada tahap pertama.
Tahapan selajutnya disebut malik, mindi, ngangler, terakhir ngalelep dan ngacak. Biasanya
para petani sebelum menggarap sawahnya terlebih dahulu membuat lahan untuk
persemaian disebut pabinihan kemudian
butiran
padi tersebut ditebarkan yang disebut dengan tebar.
Setelah umur
padi semaian sekitar 7 hari istilah lainnya sumihung
. Kira-kira setelah 20 hari benih
padi disebut bubuni tikukur, dan setelah benih padi berumur 40 hari disebut dubuat..
Sehari sebelum waktu panen
benih padi (babut) tiba biasanya
dilakukan ritual kias yaitu
menebarkan beras ke seluruh lahan persemaian dipercaya agar nantinya nasi
tersebut pulen.
Pada sore
harinya ketika besok hari waktunya memulai menanam (mitembeyan tandur) benih
padi biasanya di rumah pemilik sawah tersebut dilakukan selamatan nasi tumpeng.
Semua tetangga dekat diundang termasuk wali puun .
Pagi harinya pemilik sawah
diantar oleh wali puun serta beberapa perempuan yang akan melaksanakan tandur ( menanam padi) menuju ke sawah
garapan.
Sesampainya di sawah wali puun kembali mengadakan upacara kemudian
menanamkan benih padi sebanyak tiga kali. Setelah itu baru dilanjutkan oleh
para perempuan yang akan menanam benih padi tersebut.
Keadaan
benih padi yang ditanam setelah seminggu disebut lilir , setelah berumur 20 hari disebut gumuda ;setelah 30 hari kemudian dibersihakan dari rumput-rumpu
liar (gulma) disebut ngarambet.ngabaladah.
setelah 50 hari disebut mapak daun ;
kira-kira 70 hari padi mengalami yang disebut nyiram, kira-kira 90 hari padi reuneuh
(sudah berisi), setelah 100 hari disebut celetu, setelah 130 hari disebut rampak, kira-kira 140 hari dinamai tungkul ; kira-kira 150 hari hari diistilahkan beuneur hejo; kira-kira160 hari disebut sumurawung ; kira-kira 170 hari keadaan padi sudah siap dipanen
disebut jujumaahan.
Pada
waktu padi nyiram sudah menjadi adat,
karena pada saat itu diibaratkan pada manusia yang sedang masa ngidam suka
ingin yang buah yang masam, maka pemilik sawah suka membuatkan rujak bebek
seperti rujak yang selamatan tingkeban, kalau yang belum membaca artikel saya
sebelumnya : 4 jenis upacara adat Sunda pada masa kehamilan, silakan dibuka
dahulu.
Kemudian rujak bebek tersebut ditempatkan pada sehalai daun kemudian
ditaruh di dekat hulu-wotan (parit
sawah). Sejak tanaman padi menginjak masa nyiram maka para petani sudah memperlakukan tanaman padinya dengan
hati-hati.
Rupa-rupa usaha dilakukannya termasuk kias dan palakiah yang dianggap
dapat menyelamatkan tanaman padinya dari serangan hama terutama dari serangan
burung.
Dengan cara menyimpan bebegig (orang-orangan
sawah) di tengah sawah.
Sehari
sebelum waktunya memanen tanaman padi, pemilik sawah kembali mengadakan ritual
selamatan dengan mengundang para tetangga terdekat.
Pada ritual ini selain nasi
tumpeng juga disediakan kupat,
leupeut,tantang-angin, juga rujak manis tujuh rupa. Begitu pun pada pagi
harinya kembali mengadakan ritual yang dipimpin oleh wali puun.
Padi
hasil panen kemudian semuanya dijemur sampai benar-benar kering. Kemudian
dibersihkan dari daun-daun keringnya yang masih menempel, setelah itu baru
diikat ,proses mengikatnya disebut mangkek.
Setelah padi diikat kemudian dimasukan ke dalam lumbung padi (leuit), menurut
kebiasaan sebelum masa penyimanan tiga sampai tujuh hari pintu lumbung padi
tersebut tidak boleh ditutup.
Selanjutnya setalah tiga sampai tujuh hari wali pun dan
pemilik padi tersebut masuk ke lumbung untuk proses netepkeun.
Pada sore harinya kembali mengadakan hajatan. Setelah 40
hari setelah menutup pintu lumbung dan juga persediaan padi sudah habis baru
padi tersebut boleh diambil dengan cara tertentu.
Aturan
mengolah padi hingga menjadi beras atau nasi pun tidak sembarangan. Proses
menumbuk padi tahap pertama disebut ngaguguran.
Setelah gabah dipisahkan setelah itu ditumbuk di lisung menggunakan halu.
Untuk
orang Sunda pada jaman dahulu sangat berhati-hati dalam mengolah padi menjadi
beras dan nasi. Oleh sebab itu banyak pantrangan-pantrangan yang tidak boleh
dilanggar, diantaranya yaitu :
1. Sejak
awal menanam padi hingga masa panen tiba, pemilik sawah tidak boleh mengolah
masakan dengan cara dipepes (mais), karena dikhawatirkan tanaman padinya ayeuh manis
2. Tidak
boleh makan sambil siduru (memansakan
badan didepan perapian), jika dilanggar tanaman padinya akan rusak oleh
hewan (hama)
3.
Tidak
boleh membuang air panas ke halaman rumah, supaya padinya berisi
4.
Tidak
boleh membakar daun bekas pembungkus pepesan, karena membuat banyak tikus
5. Tidak
boleh memukul-mukul didnding rumah (bilik) saat malam hari, karena dapat
mendatangkan banyak tikus.
6. Ketika
berada di sawah atau pada malam hari walaupun berada di rumah tidak boleh
menyebut ‘beurit/ tikus’ harus menggunakan nama lain yaitu dengan sebutan ‘panganten’
atau ‘ Ki Bagus’ maksudnya supaya tanaman padi tidak dirusak oleh tikus.
Nah,
sobat itulah postingan saya tentang cara bercocok tanam dalam adat budaya
Sunda. Semoga setelah Anda membaca artikel ini semakin dalamnya rasa memiliki
dan mencintai akan kekayaan budaya local (daerah), karena di dalamnya
terkandung nilai dan ajaran –ajaran arif.
Semoga
bermanfaat !